Banyak orang mengira kenikmatan dunia adalah tanda kemuliaan dari Allah. Padahal, bisa jadi itu justru cara Allah menghinakan secara perlahan hingga membinasakan. Inilah yang disebut istidraj.
Istidraj terjadi ketika seseorang terus berbuat maksiat, lalai beribadah, tetapi tetap mendapatkan kemewahan dunia. Ia bisa kaya raya tanpa pernah bersedekah. Ia menikmati rezeki berlimpah meski jarang shalat, menolak nasihat, dan bangga mengumbar dosa. Hidupnya tampak bahagia dan dihormati, padahal akhlaknya rusak dan kesombongan menguasai dirinya.
Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur ke arah kebinasaan, dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku akan memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh.” (QS. Al-A’raf [7]: 182-183)
Apa Itu Istidraj?
Secara bahasa, istidraj berasal dari kata daraja yang berarti bertahap atau perlahan-lahan. Secara istilah, istidraj adalah nikmat duniawi yang terus bertambah, tetapi nikmat iman dan takwa justru dicabut tanpa disadari.
Allah membiarkan seseorang larut dalam kesenangan. Allah jarang mengujinya dengan sakit, tidak menimpakan musibah kepadanya, bahkan terus meninggikan kariernya. Namun semua itu hanyalah jebakan. Pada waktunya, Allah bisa mencabut nikmat itu sekaligus meninggalkannya dalam penyesalan yang terlambat.
Contoh dalam Sejarah
-
Allah memberi Fir’aun kekuasaan besar, tetapi ia menyombongkan diri dan mengaku sebagai tuhan. Allah akhirnya menenggelamkannya bersama pasukannya.
-
Qarun awalnya miskin lalu menjadi sangat kaya. Namun karena kesombongannya, Allah menenggelamkannya bersama harta-hartanya.
Keduanya hidup makmur, tetapi Allah justru membinasakan mereka karena lalai.
Ciri-Ciri Istidraj
Istidraj bisa menimpa siapa saja, baik orang awam maupun ahli ibadah. Mukmin sejati akan takut terjerumus, sedangkan orang lalai menganggapnya wajar. Beberapa ciri istidraj antara lain:
-
Nikmat dunia bertambah, tetapi iman semakin lemah.
-
Hidup terasa mudah, meski penuh maksiat.
-
Rezeki melimpah, meski lalai beribadah.
-
Harta semakin banyak, tetapi semakin kikir.
-
Jarang sakit, tetapi makin sombong.
Membedakan Nikmat dan Istidraj
Cara termudah membedakannya adalah dengan melihat ketakwaan. Jika nikmat dunia membuat seseorang semakin taat beribadah, itu karunia Allah. Tetapi jika nikmat justru membuat lalai, itu bisa jadi istidraj.
Penutup
Muslim harus mawas diri ketika Allah memberi kebahagiaan, kelancaran rezeki, jabatan, atau kemewahan hidup, karena bisa jadi itu hanyalah istidraj.
Seorang muslim menjadikan nikmat sejati hanya ketika ia mensyukuri, mengiringinya dengan ibadah, dan memperbanyak amal saleh. Karena itu, syukurilah nikmat Allah dengan lisan, hati, dan perbuatan: rajin beribadah, banyak bersedekah, serta memberi manfaat bagi sesama.
penulis ; Ropik Juliana
Editor ; ASD

Ust Ropik Juliana, Spd